Alfia Ramadhani
12/335701/SP/25360
LAPORAN
KUNJUNGAN WISATA KE SOLO
Agenda
Rutin Mata Kuliah Sejarah Ilmu Komunikasi dan Media
Jurusan
Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas
Gadjah Mada
PENDAHULUAN
Mahasiswa
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada angkatan 2012 melakukan
kunjungan ke kota Solo pada hari Kamis tanggal 2 Mei 2013. Kunjungan tersebut
merupakan agenda rutin program mata kuliah Sejarah Ilmu Komunikasi dan Media.
Kunjungan kami ke Solo didampingi oleh dua orang pendamping selaku asisten dosen
kami dan dua orang tim riset Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada.
Tempat
yang menjadi tujuan utama kunjungan kami adalah Lokananta, dan Museum Pers
Nasional. Kedua tempat tersebut menyimpan berbagai macam bukti sejarah
komunikasi dan media di Indonesia yang selama ini disimpan dan dirawat dengan
baik agar generasi muda mengetahui bagaimana perkembangan komunikasi dan media
pada zaman dahulu. Selain kedua tempat tersebut, kami juga mengunjungi Institut
Seni Indonesia untuk menyaksikan Festival Film Solo. Kunjungan tersebut mampu
membuka jendela informasi kami mengenai sejarah komunikasi dan media di
Indonesia, sehingga kami mampu mengetahui sistem dan perkembangan komunikasi
dan media dari zaman dahulu hingga sekarang.
LOKANANTA
Lokananta
adalah studio dan penyimpanan audio rekaman pertama di Indonesia yang didirikan
pada tanggal 29 oktober 1956 dan diresmikan oleh Menteri Penerangan R.I.
Soedibjo. Ketika peresmian tersebut, Lokananta diberi nama Pabrik Piringan
Hitam Lokananta. Menurut penjelasan dari Ibu Titik selaku Humas Lokananta,
asal-usul nama Lokananta diambil dari nama sebuah gamelan yang berasal dari
Suralaya. Menurut penuturan beliau, gamelan Lokananta dapat berbunyi sendiri
tanpa penabuh dan mampu mengalunkan suara yang indah. Nama Lokananta tersebut
diusulkan oleh R. Maladi selaku Direktur Jenderal RRI. Sebagai Unit Pelaksana
Teknik Jawatan RRI, Lokananta berfungsi merekam dan memproduksi (menggandakan)
piringan hitam untuk bahan siaran 27 studio RRI seluruh Indonesia sebagai Transcription Service (Non-Komersial).
Dalam
perkembangannya, Lokananta memiliki zaman keemasan yang dialami sekitar tahun
1956 dan zaman kemunduran pada tahun 1990-an. Pada masa itu, Lokananta
merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah Departemen Penerangan.
Karyawan yang bekerja berjumlah 150 orang yang berasal dari karyawan RRI dan
Departemen Penerangan. Zaman keemasan yang diraih Lokananta dilatarbelakangi
oleh kemampuan Lokananta dalam memelopori dunia rekaman indonesia dengan
perangkat piringan hitam dan pita kaset yang pertama di indonesia. Selain itu
artis terkenal pada zaman tersebut banyak yang melakukan rekaman di Lokananta,
seperti Gesang, Waljinah, Titik Puspa, Adi Bing Slamet, dan beberapa artis
lainnya. Pada 1 Januari 1960 Lokananta diubah statusnya menjadi Perusahaan
Negara. Sekitar tahun 1990-an Lokananta mengalami kemunduran yang disebabkan
oleh maraknya kasus pembajakan dan perkembangan label rekaman di Indonesia.
Kasus pembajakan pada saat itu mencapai 629 kasus. Pada akhirnya, tahun 2001
Lokananta dinyatakan pailit. Hal tersebut disebabkan terlalu sering terjadi
pergantian kepemimpinan. Kondisi yang terkatung-katung tersebut menyebabkan
tutupnya pemasaran sehingga Lokananta hanya difungsikan untuk menjaga aset
saja. Itupun hanya dilakukan oleh 14 karyawan yang tersisa. Beberapa karyawan
lain dipulangkan ke RRI dan Departemen Penerangan.
Pada
dekade ini, Lokananta berusaha untuk bangkit dari keterpurukan. Dengan usahanya
itu, Lokananta kini berada pada dekade konsolidasi atau proses pembenahan.
Dalam proses pembenahan, karyawan yang tersisa bekerja secara sukarela. Bentuk
pengabdian mereka diwujudkan dengan berbagai usaha seperti membersihkan
piringan hitam yang teronggok selama Lokananta dinyatakan pailit, menyewakan
lahan kepada pihak ketiga untuk arena futsal dan juga tempat makan atau warung
soto.
Pada tahun 2000, Lokananta mulai berproduksi
dengan modal yang telah diusahakan para karyawan pada dekade konsolidasi.
Selain itu bantuan juga berdatangan dari berbagai pihak, misalnya sebuah toko
yang membantu dengan menyumbangkan 1000 keping kaset untuk Lokananta. Hingga
pada tahun 2004 Lokananta resmi menjadi tempat percetakan dari proses produksi
hingga pemasaran. Masa kebangkitan ini dibantu oleh Glenn Fredly dalam
memperkenalkan Lokananta kepada masyarakat melalui acara Rumah Musik Indonesia’
pada stasiun televisi Indosiar. Musisi terkenal itu melakukan seluruh proses
rekaman satu album yang terdiri dari sepuluh lagu di Lokananta. Kami
diperdengarkan lagu-lagu Glenn Fredly yang baru saja direkam si Lokananta beberapa waktu yang lalu. Suara
musik yang diperdengarkan terdengar sangat jernih, jelas dan nyaman di telinga.
Menurut keterangan pengurus Lokananta yang mendampingi kami, musik tersebut
jauh lebih jernih suaranya karena tidak dilakukan compress pada lagu tersebut. Sedangkan lagu-lagu yang biasa kami
unduh secara gratis melalui internet sudah melalui proses compress terlebih dahulu untuk memperkecil ukuran file. Selain Glenn Fredly, ada juga band
lain yang berencana melakukan rekaman di Lokananta, yakni Efek Rumah Kaca. Tidak
hanya itu, untuk memotivasi kalangan muda yang menganggap Lokananta identik
dengan musik tradisional yang kuno seperti gamelan dan keroncong, Lokananta
bekerjasama dengan Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS) Semarang dalam
menciptakan gamelan touch screen yang
disebut dengan e-gamelan. Usaha
tersebut diharapkan mampu memperkenalkan kaum muda agar tertarik untuk mengenal
dan melestarikan musik gamelan yang diiringi dengan teknologi yang sedang
berkembang sehingga kesan kuno yang melekat pada image musik gamelan tidak lagi
dirasakan oleh kaum muda.
MONUMEN
PERS NASIONAL
Setelah
berkunjung ke Lokananta, kunjungan kami diteruskan ke Monumen Pers Nasional
yang terletak di Jalan Gadjah Mada Nomor 59 Surakarta. Kedatangan kami disambut
oleh petugas Monumen Pers Nasional dengan sekilas sejarah singkat dan video
mengenai monumen tersebut. Monumen yang difungsikan sebagai tempat pelestarian
produk pers ini menyimpan berbagai macam aset sejarah penting komunikasi dan
media di Indonesia yang sangat lengkap.
Koleksi yang ada pada monumen ini terdiri dari koleksi sejak zaman Belanda
hingga sekarang. Monumen yang didirikan oleh Mangkunegaran VII pada tahun 1918
ini memiliki beberapa ruang-ruang tertentu yang memuat bukti media di
Indonesia. Ruang yang ada di lantai satu, berisi enam diorama yang menceritakan
sejarah komunikasi dan media sejak zaman nabi hingga saat ini. Selain itu juga
disuguhkan berbagai macam surat kabar terdahulu, dan sepuluh patung perintis
pers Indonesia yakni R. Darmongsoegito, R. Bakrie Soeriatmadja, Soetopo
Wonobojo, R.M. Bintarti, Dr. Abdul Rivai, DR. GSSJ Ratulangie, RM. Tirto Adhi
Soeryo, Dr. Danudirja Setiabudhi, Djamaludin Adinegoro, serta R.M. Soedarjo
Tjokrosisworo.
Di
lantai atas, dilengkapi dengan berbagai macam aset sejarah media seperti
rekaman gerhana matahari total, mesin ketik Bakrie Soeriatmadja, Portable
Mixer, Microfilm, yakni alat pemindai objek berupa koran atau majalah kuno
untuk diubah ke dalam bentuk negatif film berukuran mikro untuk
didokumentasikan. Kemudian ada juga Plat cetakan perdana koran Kedaulatan
Rakyat, Baju wartawan Hendro Subroto yakni wartawan perang yang meliput integrasi
Timor Timur ke Indonesia. Dilengkapi juga dengan Kenthongan Kyai Swara Gugah,
yakni alat komunikasi tradisional yang digunakan di masa lalu, koleksi Bali
Post, Telepon antar stasiun, Mesin ketik kuno buatan Amerika dan Jerman mulai
dari tahun 1914 hingga tahun 1936, Kamera wartawan Udin, contoh-contoh majalah
kuno, Pemancar radio kambing, kamera kuno, juga koleksi etnografi daerah
Maluku.
FESTIVAL
FILM SOLO
Selain
kedua kunjungan utama tersebut, kami juga mengunjungi Institut Seni Indonesia
untuk menyaksikan Festival Film Solo. Pada festival tersebut, seharusnya kami
menyaksikan satu putaran yang terdiri dari tiga film. Namun karena kedatangan kami
sedikit terlambat, kami hanya menyaksikan dua film terakhir dari tiga film
dokumenter yang berjudul Blipblip, Diet Be4 Die, dan Damn It V. Ketiga film tersebut disutradarai oleh Bani
Nasution, Budi Pasadena, dan Alvin Ramandey. Festival tersebut cukup memukau
karena jalan cerita yang unik, dan aktor yang mampu mendalami peran dengan
baik.
PENUTUP
Ketiga
tempat yang kami kunjungi mampu memperluas jendela informasi kami selaku
mahasiswa mata kuliah sejarah ilmu komunikasi dan media semester dua. Kami berterima
kasih atas diadakannya kunjungan ke kota
Solo. Semoga kunjungan tersebut mampu memotivasi kami agar mau mengeksplorasi
lebih dalam lagi mengenai media dan komunikasi di Indonesia agar jauh lebih
berkembang dari masa ke masa, dan manfaat dari kunjungan tersebut dapat
mempermudah studi kami selanjutnya untuk mata kuliah sejarah ilmu komunikasi
dan media.